bersepeda kota tua surabaya (part 2)


Lagi…

Pada kesempatan kali ini, lagi-lagi saya melakukan trip bersepeda menuju kawasan kota tua Surabaya. Setelah sebagian kecil dari daerah tua dikota saya ini sudah saja jelajahi dengan sepeda beberapa minggu lalu, kali ini giliran kawasan lain yang juga merupakan kawasan tua kota yang menjadi tujuan bersepeda saya. Saya menemukan cukup banyak bangunan peninggalan jaman Belanda yang saya akan saya ulas.

Gardu listrik jaman Belanda.


Listrik merupakan hal utama yang merupakan penunjang kehidupan, baik pada masa sekarang maupun pada masa lalu. Sama juga halnya pada masa-masa penjajahan masih berkuasa di negara kita khususnya di Surabaya, Listrik dianggap sebagai hal yang paling utama dalam penunjang kehidupan. Untuk itulah, Belanda membangun gardu-gardu listrik. Di SUrabaya, terdapat beberapa gardu listrik peninggalan Belanda yang sudah tidak digunakan lagi dan sudah tidak terawat kondisinya. Salah satu Gardu listrik peninggalan Belanda tersebut sempat saya kunjungi pada trip saya kali ini. Gardu yang terletak dekat dengan dengan bamboe runcing ini kondisinya masih lebih baik jika dibandingkan dengan gardu yang terdapat dikawasan kedung doro.

Secara umum sejarah kelistrikan di Indonesia dimulai pada tahun 1897 ketika berdiri perusahaan listrik yang pertama yang bernama Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM) di Batavia dengan kantor pusatnya di Gambir. Sedangkan sejarah kelistrikan di kota Surabaya bermula ketika perusahaan gas NIGM pada tanggal 26 April 1909 mendirikan perusahaan listrik yang bernama Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM). ANIEM merupakan perusahaan yang berada di bawah NV. Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini berkedudukan di Amsterdam dan masuk pertama kali ke kota Surabaya pada akhir abad ke-19 dengan mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche Indische Gas Maatschappij (NIGM). Ketika ANIEM berdiri pada tahun 1909, perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik berikut sistem distribusinya di kota-kota besar di Jawa. Dalam waktu yang tidak terlalu lama ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik swasta terbesar di Indonesia dan menguasai distribusi sekitar 40 persen dari kebutuhan listrik di negeri ini. Seiring dengan permintaan tenaga listrik yang tinggi, ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi. Tanggal 26 Agustus 1921 perusahaan ini mendapatkan konsesi di Banjarmasin yang kontraknya berlaku sampai tanggal 31 Desember 1960. Pada tahun 1937 pengelolaan listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan diserahkan kepada ANIEM. (sumber: http://www.roodebrugsoerabaia.com/search/label/Listrik%20Jaman%20Kolonial)

Gereja Kristen Abdil Elyon (di jalan pregolan Bunder)

Bangunan Gereja ini terletak di jalan Pregolan bunder. Dikawasan tersebut memang banyak terdapat rumah sisa jaman belanda yang masih berarsitektural khas Belanda dan masih terawat walau memang ada beberapa bangunan yang sudah tidak terawat tetapi bisa dihitung jumlahnya. Tapi sayangnya, saya tidak mendapatkan banyak sumber sejarah mengenai bangunan-bangunan tersebut. Yang pasti, yang saya lihat disana memang banyak terdapat bangunan-bangunan belanda yang masih terawat.

Gereja Kristen Indonesia

Gereja ini merupakan salah satu Gereja tua di kota Surabaya yang diresmikan pada tahun 1881 tanggal 11 September oleh de Christeijke Gereformeerde Kerk. Gereja ini dulunya bernama Gereja Gereformeerd Surabaya (GGS). Kemudian pada tanggal 2 April 1893 – GGS memperoleh status badan hukum berdasarkan Staatblad 9 April 1893 Nomor: 100 1896 GGS diterima sebagai anggota dalam lingkungan Gereja-Gereja Gereformeerd di Nederland. Tahun 1899  gereja ini menjadi klasis Oravenhage berdasarkan ketetapan sidang Generade Sinode di Groningen, Nederland. Sejak tahun1913 , GGS masuk dalam klasis Java. Membentuk klasis sendiri yang disebut Klasis Java. 1920 – GGS masuk Klasis Batavia (Jakarta) dengan anggota Jakarta, Surabaya, Bandung. November 1960 – GGS menggabungkan diri dengan Sinode GKI Jatim (Untuk sementara masih memakai nama GGS dengan status hukumnya sendiri/status otonomi). Hingga kemudian pada tanggal 11 September 1987 – Penyeragaman nama menjadi GKI Pregolan Bunder Surabaya.

Rumah perawatan ibu dan anak matahari terbit.

Gedung ini terletak di jalan Kombes M.Duryat. Gedung tua peninggalan jaman Belanda ini difungsikan sebagai panti asuhan yang ketika saya berkunjung kesana sebentar untuk sekedar mengambil gambar terdengar suara sorak sorai dan celoteh anak kecil dari dalam gedung tersebut. Saya tidak mendapatkan sumber yang menuliskan tahun berdirinya atau diresmikannya gedung tersebut tetapi saya mendapat sedikit informasi tentang organisasi sosial matahari terbit ini. Organisasi Bala kesehatan ini didirikan pada tahun 1865 oleh William dan catherine booth di London Timur. Dalam perkembangannya yang sangat cepat kemudian bala kesehatan ini menyebar ke seluruh eropa bahkan hingga keseluruh dunia. Pada tanggal 24 Nopember 1894, dua orang Rohaniawan Belanda datang ke Indonesia yang ketika itu masih bernama Hindia Belanda. Sejak itulah perkembangan bala kesehatan yang semula di Batavia mulai menyebar ke daerah purwokerto hingga sampai ke Jawa timur. Hingga saat ini, Bala kesehatan ini masih berkembang dan sudah melawati selama 108 tahun di 15 propinsi di Indonesia.

Gedung pers

dulu gedung itu merupakan tempat bersejarah bagi pers nasional di Surabaya dan Indonesia. Di masa perjuangan kemerdekaan tempat itu mempunyai peran penting. Gedung ini dulu digunakan sebagai pusat kegiatan Kantor Berita Indonesia. Sekaligus markas pers pejuang di tahun 1945. Itulah sebabnya gedung ini dimasukkan ke dalam cagar budaya Kota Surabaya sebagai gedung bersejarah. Gedung ini dinamakan “Munumen Pers Perjuangan Surabaya”.

Gedung siola


Gedung Siola terletak di ujung utara Jalan Tunjungan. Pada tahun 1877 seorang Inggris Robert Laidlaw (1856-1935) mendirikan perdagangan textil Whiteaway Laidlaw di Hindia Inggris. Pada awal abad ke-20 Whiteaway Laidlaw sudah menjadi konglomerat toko serba ada yang punya cabang di 20 kota seperti Calcutta, Singapore dan Kuala Lumpur, dan Surabaya juga. Di dinding depan bangunannya nama belanda tertulis “Het Engelsche Warenhuis” artinya “Toko serba ada Inggris” Setelah kemangkatan Robert Laidlaw gedungnya dijual. Pembeli jepang membuka toko Jepang “Toko Chiyoda”. Setelah masa kemerdekaan sangat sedih kelihatannya gedung bekas Whiteaway itu. Dulunya ada banyak pedagang yang berjualan koper dan tas-tas dibawahnya. Pada tahun kira-kira 1960 toko Siola (singkatan nama kongsi pemiliknya, Soemitro – Ing Wibisono – Ong – Liem – Ang) mulai dibuka dan menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Pada hari pembukaan Siola, penduduk Surabaya punya perasaan bangga sekali untuk dapat “Mall” pertama. Namun pada tahun 1998 Siola ditutup, dan pada tahun 1999 gedung ini digunakan oleh Ramayana Department Store dengan nama Ramayana Siola. Pada tahun 2008 Ramayana Siola ditutup. Setelah masa Kemerdekaan, Siola menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Letaknya berada di sebelah utara kawasan Tunjungan. Namun pada akhir tahun 1998 Siola ditutup, dan pada tahun 1999 gedung ini digunakan oleh Ramayana Department Store dengan nama Ramayana Siola.

Hotel majapahit

Hotel Majapahit yang dulunya bernama hotel Yamato merupakan salah satu saksi biru sejarah perjuangan arek Suroboyo mengusir penjajah uang berusaha menduduki kota surabaya. Berikut ulasan sejarah tentang peristiwa sejarah yang terjadi di hotel ini yang saya ambil dari sumber wikipedia.

Insiden Hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) menjadi bendera Indonesia (Merah-Putih) di Hotel Yamato Surabaya (sekarang Hotel Majapahit Surabaya) pada tanggal 18 September 1945 yang didahului oleh berantakannya perundingan antara Sudirman (residen Surabaya) dan Mr. W.V.Ch Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.Kabar tersebut tersebar cepat di seluruh kota Surabaya, dan Jl. Tunjungan dalam tempo singkat dibanjiri oleh massa yang marah. Massa terus mengalir hingga memadati halaman hotel serta halaman gedung yang berdampingan penuh massa yang diwarnai amarah. Di sisi agak belakang halaman hotel, beberapa tentara Jepang berjaga-jaga untuk mengendalikan situasi tak stabil tersebut. Tak lama setelah mengumpulnya massa tersebut, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.Di luar hotel, para pemuda yang mengetahui berantakannya perundingan tersebut langsung mendobrak masuk ke Hotel Yamato dan terjadilah perkelahian di lobi hotel. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya ke puncak tiang kembali. Peristiwa ini disambut oleh massa di bawah hotel dengan pekik ‘Merdeka’ berulang kali. 

Gedung Grahadi

Gedung Negara dibangun pada tahun 1795, waktu itu penguasa tunggal (Gezaghebber) Belanda Dirk Van Hogendorp (1794-1798) beranggapan bahwa tempat kediaman resminya di kota bawah dekat Jembatan Merah kurang sesuai dengna kedudukannya. Ia memilih sebidang lahan di tepi Kalimas untuk membangun sebuah rumah taman yang lebih representatif. Tanah di jalan Pemuda yang dulu bernama Simpang, milik seorang Cina yang mula-mula segan menyerahkannya kepada Van Hogendorp. Namun menurut cerita ia akhirnya berhasil dipaksa secar halus dengan pernyataan bahwa tanah itu akan “disimpan” baginya. Menurut cerita, pemiliknya hanya diberi uang ganti rugi segobang (2.5 sen). Dari kata “disimpan” tadi lahirlah kata SIMPANG. Van Hogendorp membangun gedung itu dengna biaya 14.000 ringgit. Namun ia menikmati tempat kediaman itu hanya sekitar tiga tahun saja. Disamping itu, juga dibangun sebuah jembatan di atas Kalimas yang kini mengalir di belakang gedung tersebut. Pada mulanya gedung itu memang menghadap ke Kalimas, sehingga pada sore hari penghuninya sambil minum-minum teh dapat melihat perahu-perahu yang menelusuri kali tersebut. Perahu-perahu itu juga dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, mereka datang dan pergi dengna naik perahu menelusuri Kalimas. Dalam perkembangan berikutnya Gedung yang megah itu dipakai juga untuk tempat bersidang Raad Van Justitie (Pengadilan Tinggi), juga dipakai untuk pesta, resepsi dengna berdansa, dan lain-lain. Pada tahun 1802, gedung Grahadi yang semula menghadap ke Utara, diubah letaknya menjadi menghadap ke Selatan seperti sekarang ini. Di seberangnya ada taman yang bernama Kroesen (Taman Simpang), yang diambil dari nama Residen J.C. Th. Kroesen (1888-1896). Di belakang taman itu ada patung Jokodolok yang berasal dari kerajaan Majapahit yang sekarang juga masih berdiri kokoh. Diantara peninggalan dari zaman Belanda terdapat meja tulis yang kini dipakai oleh Gubernur Jawa Timur di ruang kerjanya. Gubernur Belanda yang terakhir mendiami gedung Grahadi ialah : CH. Hartevelt (1941-1942).

(sumber: http://tempatsejarahsurabaya.blogspot.com/2009/06/gedung-negara-dibangun-pada-tahun-1795.html)

Gedung Balai kota

Surabaya sebagai Resort Gemeonte (Haminte) secar resmi mulai berdiri pada tanggal 1 April 1906, sebelum-nya Surabaya merupakan bagian dari karesidenan Pemerintah Haminte dijalankan oleh Dewan Haminte yang diketuai oleh asisten residen sebagai Kepala Daerah. Tahun 1916 diangkat Walikota Surabaya pertama, A. Meyroos yang bertugas sampai 1921, setelah Walikota yang kedua oleh G.J. DIJKERMAN rencana membangun gedung Balai Kota diwujudkan. Gedung utama Balai Kota di Taman Surya, ketabang itu selesai dibangun pada tahun 1923 dan ditempati tahun1927. Arsiteknya ialah C. Citroen dan pelaksanaannya H.V. Hollandshe Beton Mij. biaya seluruhnya, termasuk perlengkapan lainnya menghabiskan 1000 gulden. Ukuran gedung utama : panjang 102 m dan lebar 19 m, konstruksinya terdiri dari tiang-tiang pancang beton bertulang yang ditanam, sedangkan dinding-dindingnya diisi dengan bata dan semen, atapnya trbuat dari rangka besi dan ditutup dengna sirap tetapi kemudian diganti dengan genteng. Setelah Republik Indonesia diproklamirkan, dilantik Radjamin Nasution sebagai Walikota Kota Besar Surabaya, berdasarkan Penpres 1959 No. 16 maka ditetapkan Walikota juga menjadi Kepala Daerah. Tahun 1965 Kotapraja Surabaya resmi menjadi Kotamadya.

(sumber : http://tempatsejarahsurabaya.blogspot.com/2009/06/surabaya-sebagai-resort-gemeonte.html)

SMA komplek

Saya tertarik mengulas sejarah bangunan ini karena salah satu dari SMA komplek ini yaitu SMA 1 merupakan sekolah saya dulu. Untuk itulah saya langsung meloncat untuk mengulas sejarah tentang sekolah ini. Padahal sebelumnya saya sempat mengambil gambar beberapa bangunan tua yang nanti akan saya pamerkan di akhir tulisan saya.

Gedung sekolah yang masih ada hingga kini di kawasan ini adalah gedung yang dikenal sebagai SMA komplek yang pada jaman Belanda dikenal sebagai Hogere Burger School (HBS).  HBS atau setingkat SMA pada saat ini murid-muridnya adalah orang Belanda, namun ada beberapa bumi putera yang sekolah di sini. Ini dikarenakan orang tuanya seorang pamong praja yang memiliki kedudukan. Dibangun pada tahun 1923 dengan arsitek J Gesber dan berlokasi di HBS straat dengan nomor telepon Z993. Salah satu murid HBS adalah Soekarno, mantan Presiden RI pertama. Selain Ir. Soekarno, masih banyak lagi nama-nama siswa HBS yang sukses di pemerintahan. Diantaranya Dr. Roeslan Abdulgani, mantan Sekjen Deparlu, Menlu dan Penasehat Presiden Urusan BP7 Pusat. Dr. Soedjatmiko, mantan Dubes RI di PBB dan Rektor Universitas PBB di Tokyo. Dr. Widjojo Nitisastro, mantan Menteri Keuangan dan Ketua Bapennas RI. (sumber : http://www.roodebrugsoerabaia.com/search/label/Hogere%20Burger%20School)

Sekian perjalanan saya kali ini. Walau tidak banyak informasi yang saya ulas karena memang tidak banyak juga informasi terkait yang saya dapatkan, tetapi saya harap tulisan saya ini bermanfaat untuk mengisi sedikit space pada otak pembacanya..:p

let’s plan next trip….^^

About Women

I am nobody who really want to be somebody. Extremely introvert cheerful and easy going girl.. :) Thanks for visiting this blog... ^^

Posted on May 10, 2011, in experince. Bookmark the permalink. 3 Comments.

  1. fotoku mana??

Leave a comment