trip kota tua Surabaya…


Bukan kali pertama saya melakukan jelajah kota pahlawan dengan menggunakan sepeda dan juga bukan kali pertama saya memulai penjelajahan kota dengan sepeda yang dimulai pada pagi hari. Kali ini saya beserta beberapa teman saya lagi-lagi melakukan jelajah kota Surabaya dan seperti biasanya dimulai pada pagi hari tetapi dengan tujuan yang belum pernah saya jelajahi sebelumnya. Kota tua adalah tujuan jelajah sepeda saya pada kesempatan kali ini. Dilatarbelakangi oleh ketakjuban saya pada beberapa hasil foto teman saya terhadap kota tua di Semarang yang terlihat sangat indah, sayapun tidak mau kalah untuk juga melakukan jelajah kota tua tetapi dikota saya,Surabaya. Walau memang keberangkatan kami sedikit agak molor dari rencana sebelumnya tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu masalah berarti untuk meneruskan rencana ini. Hanya berbekal semangat saja dengan sisa-sisa ngantuk yang ada, kamipun berangkat menuju kawasan tugu pahlawan yang disekitarnya terdapat kawasan kota tua Surabaya.

Kunjungan pertama saya menuju gedung tua adalah ke Gereja Kepanjen yang berlokasi di dekat tugu pahlawan. Walau sebenarnya disisi lain tugu Pahlawan juga terdapat gedung pemerintahan bersejarah lainnya yang memiliki jam besar diatas gedung yang tinggi namun kami memilih Geraja ini sebagai kunjungan pertama kami. Gedung tua yang kami lewati itu adalah gedung Lindeteves Stokvis Jl Pahlawan, Surabaya.Gedung tersebut dibangun pada tahun 1911. Perancangnya adalah biro arsitek Hulswit, Fermont & Ed. Cuypers dari Batavia (Jakarta). Dengan menara “jam” nya yang sangat tinggi gedung tersebut menjadi landmark bagi lingkungan sekitarnya. Gedung tersebut sekarang dipakai sebagai gedung “Bank Niaga”. yup..lain kami, saya akn berkunjung ke tempat itu..:)

Gereja Santa Perawan Maria di Kepanjen yang merupakan gereja Tertua di Surabaya

Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria merupakan salah satu gereja tua di kota Surabaya. Berlokasi di Jalan Kepanjen, Surabaya, bangunan religius ini berdampingan dengan gedung SMA Katolik Frateran Surabaya. Sebelum dibangunnya Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria ini, sudah dibangun sebuah Gereja Katolik pertama di Surabaya bergaya Eropa yang terletak dipojok jalan Kepanjen dan Kebonrojo. Pada awalnya dua orang pastor pada tanggal 12 Juli 1810, Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding datang dari Belanda dengan kapal ke Surabaya. Pastor Wedding kemudian bertugas ke Batavia sementara Pastor Waanders menetap di Surabaya.Pastor Waanders sering mengadakan misa untuk umat Katolik di Surabaya. Yang kemudian dari hari ke hari jumlah umat Katolik semakin bertambah yang kemudian membuat umat Katolik berencana membangun sebuah gereja Katolik. Dan baru pada tahun 1822, umat Katolik dapat merealisasikan membangun sebuah gereja pertama di pojok Roomsche Kerkstraat/Komedie weg (Kepanjen/Kebonrojo). Namun belakangan gereja Katolik pertama ini dipindah ke gedung baru di sebelah utaranya, tepatnya di jalan Kepanjen Kelurahan Krembangan Selatan di wilayah Surabaya Utara. Hal ini dikarenakan gereja yang lama rusak. (sumber : wikipedia) . Pada pertengahan tahun 1945 saat arek-arek Suroboyo berjuang mempertahankan kemerdekaan, gereja ini terbakar dan hanya menyisakan dindingnya. Baru pada tahun 1950-1960 gereja ini direnovasi kembali. (sumber : lintas berita).

Kami sempat berhenti sejenak dan mengambil foto gereja tersebut tampak depan. Kebetulan saat kami mengunjungi Gereja tertua di Surabaya itu sedang ramai jamaat karena perayaan hari raya Paskah. Polisi nampak berjaga di pintu depan dan pintu samping gereja karena memang kondisi saat ini di Indonesia sedang hot-hot nya pemboman dengan sasaran tempat ibadah Khususnya Gereja.

Perjalanan kami lanjutkan menyusuri gang demi gang dikawasan tersebut yang memang banyak terdapat gedung tuanya, kami juga sempat berfoto di pinggir jalan (lupa namanya..), dekat dengan Polrestabes Surabaya yang bersebelahan dengan gedung tua yang sekarang dijadikan kantor bank BII. Sejujurnya saya tidak tahu nama gedung tua itu apa dan pada masa kolonial dijadikan sebagai apa, tapi yang pasti gedung tersebut terlihat masih terawat dan juga difungsikan. Kalau tidak salah jalan itu berdekatan dengan jalan Veteran.Jalan Veteran dulu bernama “Societeit Straat”, karena disitu terdapat Gedung “Societeit Concordia”. Jalan Veteran adalah jalan utama yang menghubungkan antara daerah perdagangan di sekitar jembatan merah dan daerah perumahan kota atas (Bovenstad), seperti daerah sawahan, darmo, ketabang, gubeng dan lain sebagainya. Karena fungsinya sebagai jalan penghubung maka daerah tersebut ramai dibangun perkantoran. Dulu disana terdapat jalan tram juga melewati daerah tersebut pada sekitaran tahun 1925. Disekitaran jalan tersebut juga terdapat gedung Borneo Smatra Maatschappij (Borsumij) yang digunakan sebagai kantor pada masa Belanda berkuasa yang selesai dibangun pada tahun 1935 oleh C.Citroen . Citroen adalah seorang arsitektur hebat dari Belanda yang sangat berjasa dalam pembangunan dan penataan kota Surabaya pada jalan kolonialisme setelah tahun 1900an. (sumber:Dimensi 19/ars.Agustus 1993). Tapi sayangnya saya tidak mengambil foto gedung tersebut sehingga tidak bisa ditampilkan dalam tulisan ini.

Gedung Tua di dekat polrestabes Surabaya.

Kemudian, kami juga melewati Kantor perkebunan Nusantara xi yang juga berarsitektural gaya eropa. Gedung ini berlokasi di jalan Merak 1 yang dibangun pada tahun 1920 dan selesai dibangun pada tahun 1925 oleh biro arsitektur terkenal dari Batavia, Hulswit, Fermont & Ed. Cuypers. Gedung ini katanya merupakan gedung terluas di surabaya yang dibangun dengan menggunakan beton bervolume total 3000m3. Gedung ini dulunya bernama HVA (Handelsvereeniging Amsterdam) yang dibangun dengan menonjolkan gaya arsitektural modern eropa serta interior bergaya khas eropa juga dan hingga kini masih bergaya kolonial. Gedung ini dulunya digunakan sebagai kantor perkebunan pada jaman kolinialisme Belanda dan kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan digunakan sebagai Kantor yang mengurusi bidang perkebunan sejak tahun 1958. (sumber:http://eastjava.com/blog/2010/05/19/ptpn-xi-building/).

PT. Perkebunan Nusantara xi

Perjalanan dilanjutkan menuju jalan karet dan jalan gula yang melewati Jembatan merah. Jembatan Merah merupakan salah satu monumen sejarah di Surabaya, Jawa Timur yang dibiarkan seperti apa adanya: sebagai jembatan. Jembatan yang menjadi salah satu judul lagu ciptaan Gesang ini, semasa zaman VOC dahulu dinilai penting karena menjadi sarana perhubungan paling vital melewati Kalimas menuju Gedung Keresidenan Surabaya, yang sudah tidak berbekas lagi. Kawasan Jembatan Merah merupakan daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaannya kepada VOC. Sejak saat itulah Surabaya berada sepenuhnya dalam kekuasaan Belanda. Kini, posisinya sebagai pusat perniagaan terus berlangsung. Di sekitar jembatan terdapat indikator-indikator ekonomi, termasuk salah satunya Plaza Jembatan Merah. Perubahan fisiknya terjadi sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatasnya dengan sungai diubah dari kayu menjadi besi. Kini kondisi jembatan yang menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya itu, hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Pembedanya hanyalah warna merah. ( Sumber: wikipedia).

Jalan Karet yang merupakan tujuan perjalanan kami berikutnya yang berada tepat didekat jembatan merah. Daerah sekitar Jalan Karet (dulu bernama Chinesevoor-Straat), terkenal sebagai daerah perdagangan setelah tahun 1900 banyak perusahaan Belanda membangun gedung di sana. Salah satu dari gedung yang ada disana adalah gedung “Nederland Handels Maatschppij” yang dibangun pada tahun 1910-an. Siapa perancang gedung tersebut tidak diketahui dengan jelas. Disepanjang jalan karet terdapat banyak bangunan tua yang memang masih difungsikan, sebagian besar sebagai kantor jasa pengiriman, tetapi terlihat agak tidak terawat dengan baik. Gedung-gedung bertipe seperti yang ada pada jalan karet ini  memang terlihat agak mirip dengan tipe-tipe rumah dinegara Belanda sendiri, tetapi bukan tipe arsitektural Belanda modern melainkan arsitektural tempo doeloe. Disisi sebelah kiri jalan karet terdapat jalan sempit tapi terkenal yaitu jalan Gula. Karena kekunoan bangunan dijalan ini, membuat jalanan ini sering digunakan untuk pemotretan atau pengambilan gambar untuk calon mempelai atau prewed. Jalan gula ini sebenarnya hanya merupakan jalan tikus atau jalan alternatif untuk mengangkut barang yang berjumlah sedikit jika tidak mau berputar melewati jalanan besar. Saya tidak menemukan sumber sejarah ataupun cerita-cerita jalan ini jaman dulu. Mungkin jalan ini cukup dikenal masyarakat karena pemandangan khas tempo dulunya dan cukup sepi sehingga dapat digunakan dengan mudah sebagai lokasi berfoto.

Foto-foto diatas diambil dari beberapa sisi disepanjang jalan gula. Sebenarnya disisi paling ujung yang merupakan permulaan jalan gula, juga terdapat lokasi menarik untuk berfoto tetapi sayangnya pada saat kami kesana terdapat pasangat calon pengantin sedang melakukan pengambilan gambar untuk prewedding.

oke..setelah berpuas melakukan foto-foto sok-prewed at all di jalan tersebut,kami melanjutkan perjalanan tanpa arah. Kami hanya melewati gang-demi gang dan menemukan banyak spot menarik untuk sekedar berfoto maupun menemukan gedung tua menarik. Salah satu gedung tua lain yang kami temukan adalah Klenteng yang terdapat dijalan slompretan dan jalan coklat. Daerah Jalan Slompretan dan Jalan Coklat dulu terkenal sebagai Daerah Pecinan di Surabaya. Klenteng tersebut merupakan salah satu klenteng tertua di Surabaya. Pada abad ke 20, daerah tersebut mengalami perubahan dengan cepat. Tampak di latar belakangnya sebuah bangunan dengan arsitek modern. Saya tidak tau nama klenteng tersebut tetapi yang pasti, saya tidak lupa mengabadikan gambar klenteng tersebut.

Tampak depan (walau agak kesamping sedikit…) dari bangunan klenteng

okee… the next destination is sarapan..:) tetapi, jalan menuju lokasi sarapan juga masih melewati banyak sekali gedung-gedung tua baik terawat maupun tidak terawat, terdaftar maupun tidak terdaftar. Memang sebenarnya,masih banyak gedung-gedung peninggalan jaman belanda yang terkenalyang tidak kami kunjungi pagi ini. Atau malah banyak gedung tua yang kami lewati tetapi kami tidak menyadari bahwa gedung tersebut adalah peninggalan kolinial, karena terkadang kami tidak dapat membedakan mana yang gedung kolonial tua dan mana gedung mangkrak yang tidak terawat. Sangat disayangkan, beberapa gedung peninggalan jaman kolonial digunakan tidak sebagaimana mestinya misal hanya sebagai tempat menumpukan barang yang ditutupi oleh warung-warung tenda didepannya sehingga tidak menampakkan kesan heritage nya. Salah satunya adalah stasiun semut yang juga merupakan sisa peninggalan kolonialisme diSurabaya tetapi “dihiasi” oleh warung-warung tenda yang tidak tertata rapi didepannya.

Gambar stasiun Semut dikawasan Pabean Cantikan

Stasiun Surabaya Kota (SB) yang populer dengan nama Stasiun Semut terletak di Bongkaran, Pabean Cantikan, Surabaya. Letaknya sebelah utara Stasiun Surabaya Gubeng dan juga merupakan stasiun tujuan terakhir di kota Surabaya dari jalur kereta api selatan pulau Jawa yang menghubungkan Surabaya dengan Yogyakarta dan Bandung serta Jakarta.Stasiun Surabaya Kota dibangun ketika jalur kereta api Surabaya-Malang dan Pasuruan mulai dirintis sekitar tahun 1870. Tujuannya untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan dari daerah pedalaman Jatim, khususnya dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai dibangun sekitar tahun itu. Gedung ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878. Dengan meningkatnya penggunaan kereta api, pada tanggal 11 Nopember 1911, bangunan stasiun ini mengalami perluasan hingga ke bentuknya yang sekarang ini.
Stasiun Surabaya Kota menjadi stasiun ujung untuk kereta api-keretapi api ekspres terbaik pada masanya, mulai dari Eendaagsche yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya dalam waktu tercepat 11 jam 30 menit pada tahun 1930-an, hingga kereta ekspres malam Bima yang hingga awal 1990-an membawa kereta tidur. Stasiun kereta api ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh walikota Surabaya pada tahun 1996. Stasiun itu ditetapkan sebagai bangunan yang harus dipertahankan bersama 60 bangunan lainnya di kota Surabaya. Keberadaannya terancam dengan rencana pembangunan pusat perbelanjaan dan kawasan pertokoan yang mengancam rusaknya keaslian lanskap stasiun itu. (sumber : Wikipedia).

Bangunan tua terakhir yang kami kunjungi setelah Sarapan dikawasan jl.Walikota Mustajab adalah Gedung fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Bangunan ini memang masih terlihat sangat tua dengan gaya arsitekturalnya yang khas eropa dilengkapi dengan lambang nama kampus yang masih menggunakan bahasa Belanda semakin menambah nuansa kolonialismenya. Pembangunan gedung ini memang tidak lepas dari campur tangan Belanda pada masa kekuasaannya. bahkan gedung ini sudah ada sebelum universitas Airlangga didirikan dan memang sejak dulu merupakan sekolah pendidikan kesehatan.

Sisa peninggalan jaman kolonialisme berupa gedung fakultas kedokteran universitas airlangga

Berdirinya Universitas Airlangga memiliki sejarah yang cukup panjang. Sebelum Unair resmi didirikan, pada tanggal 9 dan 11 Oktober 1847, disampaikan usul kepada Pemerintah Kolonial Belanda untuk mendidik pemuda-pemuda Jawa yang berbakat menjadi ahli-ahli praktek kesehatan. Pada tanggal 2 Januari 1849, melalui Keputusan Pemerintah No. 22, didirikan NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) sebagai tempat pendidikan dokter di Surabaya. Sejak tahun 1913, pendidikan dokter di Surabaya berlangsung di Jl. Kedungdoro 38 Surabaya. Pada tahun 1923 gedung NIAS dipindah dari Jl. Kedungdoro ke tempat berdirinya Fakultas Kedokteran Unair di Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo Surabaya.

Kemudian Dr. Lonkhuizen, Kepala Dinas Kesehatan pada masa itu, mengajukan usulan untuk mendirikan Sekolah Kedokteran Gigi di Surabaya yang dirintis sejak bulan Juli 1928 hingga 1945. Ia mendapat persetujuan dari Dr. R.J.F. Van Zaben, Direktur NIAS. Berikutnya, sekolah tersebut lebih dikenal dengan nama STOVIT (School Tot Opleiding Van Indische Tandarsten). Kala itu, STOVIT berhasil mengumpulkan 21 orang siswa. Dalam perjalanannya, STOVIT berganti nama menjadi Ika Daigaku Shika dengan Dr. Takeda sebagai Direktur pertamanya, menjabat antara tahun 1942-1945. Dua tahun kemudian, pemerintah Belanda mengambil alih dan kemudian mengganti namanya menjadi Tandheekunding Institute. Pada tahun 1948 sekolah ini berubah status menjadi Universitier Tandheelkunding Instituut (UTI). Di bawah otoritas Republik Indonesia Serikat (RIS), UTI kembali berganti nama menjadi LKIG (Institute of Dentistry) selama 4 tahun masa studi, di bawah pimpinan Prof. M. Knap dan Prof. M.Soetojo. Pada tahun 1948 Universitas Airlangga merupakan cabang dari Universitas Indonesia yang memiliki 2 fakultas, yakni Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Airlangga secara resmi berdiri pada tahun 1954 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57/1954 dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 November 1954, bertepatan dengan perayaan hari pahlawan yang kesembilan. Pada tahun yang sama pula berdiri Fakultas Hukum yang dulunya merupakan cabang dari Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Nama ‘Airlangga’ diambil dari nama raja yang memerintah Jawa Timur pada tahun 1019 hingga tahun 1042 yaitu Rakar Galu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramattungadewa atau dikenal dengan nama Prabu Airlangga.

Sisi Lain gedung Fakultas kedokteran Univ.Airlangga

Yah.. sekian perjalanan  bersepeda kali ini. Dari kunjungan kami tersebut, saya dapat menggali banyak infornasi tentang sejarah kota Surabaya jika disangkut pautkan dengan masa kekuasaan kolonialis. Saya kini jadi semakin tahu beberapa alasan mengapa diSurabaya terdapat banyak gedung tua, tentunya merupakan hasil penelurusan saya dengan sepeda kali ini serta digabungan dengan hasil googling tentang sejarah gedung tua yang saya temui ketika bersepeda. Saya jadi tahu bahwa ternyata pembentukan struktur kota modern ditandai dengan keputusan meruntuhkan tembok kota pada tahun 1871. Bekas jalur tembok itu sekarang menjadi Jl Indrapura dan Jl Sidotopo. Dibukanya terusan Suez pada 1875 dan lonjakan permintaan gula dunia mempercepat pembentukan Surabaya modern. Pada 1890-an kawasan industri pedagangan di utara kota semakin tidak ‘muat’. Industri kemudian banyak yang melirik tepian Kalimas di selatan Surabaya (kala itu) yaitu Ngagel. Pada 1890 dibangun jalur trem uap sepanjang 20 kilometer yang menghubungkan kota lama di utara dengan permukiman dan industri baru di selatan. Pada tahun yang sama mobil masuk ke Surabaya. Memasuki abad ke-20 Surabaya telah menjadi sebuah kota modern, dipenuhi perkantoran asing, hotel mewah, mobil, pusat perbelanjaan yang prestisius, dan dikelilingi perumahan-perumahan mewah dengan konsep kota taman. Gubernur van Oost Java pada masa itu membanggakan Surabaya dengan julukani the most modern city in the Indies. Namun kejayaan ekonomi Surabaya goyah. Depresi ekonomi dunia pada 1930-an membuat Surabaya kawasan paling terpuruk di Hindia Belanda. (sumber:http://www1.surya.co.id/v2/?p=9844).

Selain itu,dari beberapa literature arsitektur saya mendapatkan informasi bahwa tipe bangunan diSurabaya berubah menjadi tipe kolonialisme seperti tipe bangunan kuno yang saya temui tadi adalh setelah tahun 1900an yang ditandai dengan masuknya beberapa arsitektur dari Belanda, salah satunya adalah C.Citroen. Dulunya bangunan di Indonesia pada umumnya dan Surabaya pada khususnya berjenis Emperial style yang merupakan ciri khas gaya arsitektural Perancis yang pembangunannya di Indonesia dipelopori oleh Deandels. Tipe bangunan tersebut mulai berubah menjadi lebih modern dikisaran tahun 1900an dengan datangnya para Arsitek Belanda yang banyak merancang bangunan heritage di Jakarta,Bandung,Semarang dan Surabaya. Beberapa bangunan yang dirancang setelah masa itu adalah lawang sewu di Semarang, RS.Darmo, Balai kota di Surabaya. Masih banyak lagi bangunan di Surabaya yang dibangun oleh arsitektur Citroen yang masih ada hingga kini dan belum sempat saya kunjungi hari ini.

so, we have to make plan for the next trip… 🙂

About Women

I am nobody who really want to be somebody. Extremely introvert cheerful and easy going girl.. :) Thanks for visiting this blog... ^^

Posted on April 22, 2011, in experince. Bookmark the permalink. 7 Comments.

  1. terimakasih atas kunjungannya ke roodebrug mbak, ayo mampir2 ke pucang anom timur 70 🙂
    btw…gereja katolik pertama setahu saya ada disamping tangsi djotangan ( samping polrestabes surabaya ) =)

    • wah..ndak tau mas mana gereja katolik pertama di sby, yg saya kunjungi itu salah satu gereja tua katolik..entah tertua atau ndak..^^ sipp deh mas,kapan2 deh main kesana.. 🙂

  2. hehehe…. gereja itu dibangun masa VOC, kalo ke roodebrug, nanti saya tunjukkan peta benteng surabaya =)

  3. Ada gedung tua bagus di jln jawa, sebelah kanan arah jalan sumatra.

    • thanks atas informasinya.. iya betul.. bukan cuma di sana,dikawasan pregolan bunder dan sekitaran taman bungkul juga ada beberapa deretan rumah tinggal jaman Belanda. yg dijalan jawa bagus2,tp kok sy nda dpt referensi cerita sejarahnya ya… share donk klo ada..:)

Leave a reply to Tyo Cancel reply